Ditulis oleh Khairu Mirsya Aqillah & Nabillah Rizky Amaliah
Perang antara Rusia dan Ukraina merupakan salah satu konflik geopolitik paling kompleks dan penting di era modern. Konflik ini berakar pada ketegangan panjang antara kedua negara, yang semakin memuncak sejak Rusia menganeksasi wilayah Krimea pada tahun 2014. Aneksasi tersebut menjadi titik awal dari krisis yang lebih besar, di mana Rusia berusaha mempertahankan pengaruhnya di kawasan, sementara Ukraina semakin mendekatkan diri dengan Barat melalui aspirasi bergabung dengan NATO dan Uni Eropa. Ketegangan ini mencapai puncaknya pada 24 Februari 2022, ketika Rusia melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina, sebuah langkah yang memicu kecaman global dan memperburuk hubungan internasional. Perang ini tidak hanya melibatkan dua negara tetapi juga menarik perhatian dunia karena dampaknya terhadap stabilitas geopolitik, keamanan energi, dan keseimbangan kekuatan global.
Isu ini penting untuk dibahas karena dampak multidimensional yang ditimbulkan oleh konflik tersebut. Perang Rusia-Ukraina telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang sangat besar, dengan jutaan orang terpaksa meninggalkan rumah mereka sebagai pengungsi dan ribuan nyawa melayang akibat kekerasan bersenjata. Selain itu, konflik ini mempengaruhi perekonomian dunia, terutama dalam hal rantai pasokan energi dan pangan, karena Ukraina merupakan salah satu eksportir utama gandum global. Di sisi lain, perang ini juga menguji efektivitas hukum internasional dan peran organisasi multilateral seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam mencegah eskalasi konflik bersenjata. Dengan meningkatnya ketegangan antara Rusia dan negara-negara Barat, perang ini menjadi simbol dari pergeseran dinamika kekuatan global yang dapat berdampak jangka panjang terhadap hubungan internasional.
Perang Rusia-Ukraina yang dimulai dengan invasi besar-besaran Rusia pada 24 Februari 2022 terus berkembang menjadi konflik yang kompleks dan berkepanjangan. Meskipun upaya resolusi untuk perang ini sudah sering dilakukan melalui berbagai diskusi dan diplomasi, nyatanya upaya-upaya tersebut belum mampu untuk menyelesaikan perang antara kedua negara tersebut (Syuryansyah, 2022). Tentu kompleksnya perang ini cukup mengejutkan dunia internasional karena pada awalnya banyak yang memperkirakan bahwa konflik ini hanya akan berlangsung dalam waktu yang singkat. Namun, kenyataannya justru sebaliknya. Perang antara kedua negara tersebut masih saja berlangsung hingga kini, dengan korban jiwa yang terus bertambah dan kehancuran infrastruktur yang terus terjadi. Sikap Rusia yang terus menerus melakukan serangan ke Ukraina tentu memicu respons keras dari berbagai negara, terutama negara-negara anggota NATO.
Seiring berjalannya waktu, konflik yang awalnya hanya terjadi antara kedua negara saja, kini mulai menunjukkan kompleksitas geopolitik yang cukup dalam dengan keterlibatan negara-negara anggota NATO dalam perang ini. Meskipun Ukraina belum secara resmi menjadi anggota NATO, tetapi negara tersebut menerima dukungan dan bantuan yang besar dari negara-negara anggota NATO, terutama Amerika Serikat. Dukungan dan bantuan yang diberikan awalnya hanya berbentuk sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada Rusia. Namun, seiring intensitas konflik yang meningkat, bantuan yang diberikan berkembang menjadi bantuan dalam segi militer, baik dalam bentuk persenjataan yang canggih, pelatihan militer, hingga pengiriman pasukan militer tambahan untuk Ukraina (Komahi UAI, 2022).
Negara-negara NATO yang awalnya berusaha untuk menghindari keterlibatan secara langsung demi mencegah terjadinya eskalasi konflik menjadi berskala global, kini mulai secara terang-terangan menunjukkan keterlibatannya. Hal tersebut dapat dilihat dari kiriman drone, tank, dan bantuan logistik lainnya dari negara-negara NATO. Tentunya bantuan besar-besaran ini dilakukan bukan tanpa alasan. Negara-negara anggota NATO memiliki tujuan untuk memperkuat kehadiran militer NATO di wilayah-wilayah perbatasan timur, seperti negara-negara Baltik, melalui bantuan yang dikirimkan.
Keterlibatan negara-negara anggota NATO ini memicu peningkatan eskalasi konflik. Perang yang awalnya hanya terjadi dalam skala regional kini seakan menjadi simbol dari pertarungan ideologis yang lebih besar. Di sisi lain, tentunya bantuan dan keterlibatan dari negara-negara Barat, khususnya anggota NATO dilihat Rusia sebagai ancaman dan bentuk agresi secara tidak langsung. Terutama Amerika Serikat yang menjadi donatur terbesar untuk Ukraina. Diketahui AS telah memberikan bantuan senilai jutaan dolar kepada Ukraina. Hal tersebutlah yang kemudian menyebabkan meningkatnya ketegangan antara Rusia dan negara-negara NATO serta meningkatkan konfrontasi yang lebih luas, termasuk dengan potensi penggunaan senjata non-konvensional, seperti senjata nuklir. Kekhawatiran mengenai penggunaan senjata nuklir ini muncul setelah Putin memperingatkan akan menggunakan segala cara untuk melindungi negaranya. Sementara itu, Badan Intelijen Inggris terus memonitor dan mengingatkan akan potensi penggunaan senjata nuklir oleh Rusia dalam invasinya di Ukraina (Tempo, 2022). Dengan dinamika yang sangat kompleks seperti itu, perang antara Rusia dan Ukraina ini tentu menjadi ujian besar bagi stabilitas keamanan global di era modern saat ini.
Konflik antar dua negara ini juga memiliki pengaruh dalam mengacaukan sistem ekonomi global dalam bentuk energi dan pasokan makanan dunia. Sebagaimana yang diketahui, Rusia merupakan salah satu eksportir utama dari minyak, gas, dan gandum sementara Ukraina dikenal sebagai lumbung gandum eropa. Gangguan pasokan ini menyebabkan lonjakan harga komoditas global, memicu inflasi di berbagai negara, dan memperburuk ketidakstabilan ekonomi yang sudah terdampak pandemi COVID-19. Salah satu contoh komoditas global yang mengalami lonjakan harga adalah minyak mentah dan gandum. Harga minyak mentah Brent dan WTI mengalami kenaikan dimana minyak Brent yang awalnya bernilai USD 78,57 per barel dan minyak WTI yang bernilai USD 75,85 per barel pada Januari 2022, menjadi sekitar USD 110 per barel pada awal Maret 2022. Selanjutnya harga gandum yang awalnya bernilai sekitar USD 5,9–7,7 per gantang pada tahun 2021 sampai awal tahun 2022 juga melonjak menjadi USD 9,84 per gantang pada awal Maret 2022 Ketergantungan banyak negara pada impor energi dan pangan dari kedua negara ini membuat mereka rentan terhadap dampak konflik, sehingga menambah tekanan pada hubungan internasional.
Negara-negara barat telah memberikan sanksi kepada Rusia yang menyebabkan penurunan drastis dalam produksi dan ekspor energi fosil dari Rusia. Sanksi adalah hukuman atau pembatasan yang dijatuhkan sebagai respons atas pelanggaran aturan internasional, kebijakan politik, atau tindakan yang dianggap merugikan. Pada kasus invasi Rusia ke Ukraina, sanksi ini dijatuhkan dengan tujuan untuk melemahkan ekonomi Rusia. Salah satu bentuk sanksi yang diterapkan adalah pembekuan aset dan sektor keuangan. Beberapa bank Rusia yang dianggap penting bagi pemerintah dan militer telah dikenakan sanksi, dengan sekitar 70% aset bank-bank Rusia dibekukan. Beberapa di antaranya juga dikeluarkan dari sistem SWIFT, yang mengganggu kemampuan mereka untuk melakukan transaksi internasional. Selain itu, sekitar $350 miliar dari cadangan mata uang asing Rusia telah dibekukan, yang merupakan sekitar setengah dari total cadangan yang dimiliki negara tersebut.
Negara-negara Barat juga memberlakukan larangan ekspor dan impor untuk membatasi pendapatan Rusia. Larangan ekspor teknologi yang dapat digunakan untuk produksi senjata serta barang-barang lain yang mendukung mesin perang Rusia menjadi salah satu langkah utama. Di sektor energi, Amerika Serikat melakukan kebijakan pelarangan impor minyak dari Rusia yang dimulai pada 8 Maret 2022, Inggris yang melakukan kebijakan melarang impor minyak yang mulai berlaku pada 31 Desember 2022, dan Uni Eropa melarang impor minyak mentah melalui laut. Kelompok G7 menetapkan harga maksimum untuk minyak mentah Rusia guna mengurangi pendapatan Kremlin. Selain itu, larangan impor barang mewah seperti emas dan permata dari Rusia serta larangan ekspor logam dan energi ke negara tersebut turut diberlakukan.
Sanksi juga menyasar individu-individu tertentu, seperti oligarkh dan pejabat yang memiliki hubungan dekat dengan Kremlin. Banyak dari mereka dikenakan pembekuan aset pribadi di luar negeri serta larangan bepergian. Sanksi ini terus diperbarui dan diperluas seiring berjalannya waktu. Sebagai contoh, pada awal 2025, Amerika Serikat dan Jepang memberlakukan sanksi baru terhadap lebih dari 200 entitas dan individu dalam sektor energi Rusia untuk membatasi pendapatan dari produksi energi. Inggris juga mengumumkan paket sanksi terbesar yang pernah ada sebagai respons terhadap situasi di Ukraina.
Sanksi-sanksi yang diberikan bertujuan untuk melemahkan ekonomi Rusia sehingga tidak bisa mendanai kebutuhan perang, namun ternyata efeknya meluas dan mempengaruhi berbagai aspek ekonomi di seluruh dunia. Sanksi yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat terhadap Rusia sebagai respons atas invasi ke Ukraina telah menyebabkan dampak signifikan terhadap ekonomi global. Sanksi terhadap sektor energi Rusia, yang merupakan salah satu produsen minyak dan gas terbesar di dunia, mengakibatkan lonjakan harga energi global. Larangan impor minyak dan gas dari Rusia oleh negara-negara Barat menyebabkan kekurangan pasokan di pasar internasional, yang berdampak langsung pada inflasi di banyak negara, terutama yang bergantung pada energi fosil. Negara-negara Eropa, yang sebelumnya sangat bergantung pada pasokan energi dari Rusia, menghadapi tantangan besar dalam mencari alternatif, sehingga menciptakan ketidakstabilan harga energi.
Gangguan terhadap perdagangan global akibat sanksi ini juga mempengaruhi rantai pasokan. Banyak perusahaan internasional yang memiliki hubungan bisnis dengan Rusia terpaksa menghentikan operasi mereka atau mencari pemasok alternatif, yang memperlambat pertumbuhan ekonomi di berbagai negara. Sanksi terhadap teknologi tinggi yang dapat digunakan untuk produksi senjata juga menghambat inovasi dan pengembangan di sektor-sektor tertentu.
Sanksi ini berpotensi memicu resesi di beberapa negara. Inflasi yang meningkat akibat lonjakan harga energi dan pangan dapat mengurangi daya beli masyarakat, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi. Beberapa ekonom memperkirakan bahwa sanksi tersebut telah memangkas sekitar 5% pertumbuhan ekonomi yang mungkin dicapai oleh Rusia selama dua tahun terakhir, namun dampak negatifnya juga dirasakan oleh negara-negara lain di seluruh dunia. Lebih dari satu juta orang meninggalkan Rusia akibat sanksi ini, banyak di antaranya adalah generasi muda dan berpendidikan tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan kekurangan tenaga kerja terampil di masa depan dan mempengaruhi potensi pertumbuhan ekonomi jangka panjang Rusia.
Konflik yang meluas ini juga memicu beberapa negara mempersiapkan diri untuk menghadapi ‘yang terburuk’, salah satu negara yang sudah melakukan persiapan adalah jerman. Jerman telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan Perang Dunia III, terutama mengingat meningkatnya ancaman dari Rusia. Dokumen rahasia yang terungkap menunjukkan bahwa Jerman merencanakan “Operasi Deutschland,” yang mencakup penggerakan hingga 800.000 pasukan NATO, termasuk pasukan Amerika Serikat, ke Ukraina jika diperlukan. Rencana ini melibatkan persiapan infrastruktur dan perlindungan bangunan strategis, serta panduan bagi bisnis dan warga sipil untuk bersiap menghadapi ancaman yang semakin meningkat.
Kementerian Dalam Negeri Jerman telah menyarankan sekolah-sekolah untuk mengajarkan anak-anak tentang kesiapsiagaan menghadapi krisis dan perang. Ini mencakup pelatihan tanggap krisis dalam kurikulum pendidikan dan penyimpanan perlengkapan darurat di rumah. Jerman memandang serangan Rusia terhadap wilayah NATO sebagai skenario realistis dalam beberapa tahun ke depan, mendorong pemerintah untuk meningkatkan fokus pada pertahanan sipil. Militer Jerman, atau Bundeswehr, tengah meningkatkan latihan militer secara intensif dan mendapatkan anggaran pertahanan yang lebih besar sebagai respons terhadap ancaman yang dirasakan. Jenderal Carsten Breuer menekankan bahwa agresi Rusia tidak akan berhenti di Ukraina dan bahwa Jerman harus siap menghadapi berbagai bentuk ancaman, termasuk serangan siber dan hibrida.
Perang antara Rusia dan Ukraina yang mencapai puncaknya pada 2022 ini memberikan gejolak yang besar terhadap stabilitas geopolitik global dengan keterlibatan negara-negara besar, khususnya anggota NATO, baik secara diplomatik maupun militer. Selain itu, perang ini juga menyebabkan krisis kemanusiaan, disrupsi ekonomi global, dan lonjakan harga energi serta pangan akibat terganggunya pasokan dari dua negara produsen utama tersebut, yaitu Rusia dan Ukraina. Sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada Rusia juga memberikan dampak yang signifikan terhadap stabilitas ekonomi global. Negara-negara seperti Jerman bahkan mulai bersiap menghadapi kemungkinan konflik global yang lebih besar, menandakan ketegangan ini telah mengarah pada potensi ancaman keamanan global. Dengan segala kompleksitasnya, perang Rusia-Ukraina mencerminkan tantangan besar bagi keamanan dan ketahanan dunia di era modern seperti sekarang ini. Oleh karena itu, diperlukan peran aktif dan kerja sama yang baik dari dunia internasional dengan melakukan pendekatan yang lebih terkoordinasi, adil, dan berorientasi pada solusi jangka panjang guna menghentikan konflik dan mencegah potensi eskalasi yang lebih besar di masa depan.
Referensi
Komahi UAI. (2022, June 14). Peran NATO Dalam Upaya Menangani Konflik Rusia-Ukraina Tahun 2022. https://komahi.uai.ac.id/peran-nato-dalam-upaya-menangani-konflik-rusia-ukraina-tahun-2022/
Saeri, M., Jamaan, A., & Surrez, M. F. (2023). KONFLIK RUSIA-UKRAINA TAHUN 2014-2022. Jurnal Dinamika Global, 8. 1887-Article Text-3993-1-10-20231230.pdf
Syuryansyah, & Berthanila, R. (2022). Upaya Penyelesaian Konflik Rusia-Ukraina. PIR Journal, 7. 1664-5386-1-PB.pdf
Tempo. (2022, October 11). Badan Intelijen Inggris Monitor Potensi Penggunaan Senjata Nuklir Rusia. https://www.tempo.co/internasional/badan-intelijen-inggris-monitor-potensi-penggunaan-senjata-nuklir-rusia-275594
BBC Indonesia. (2024, may 7) Apa saja sanksi terhadap Rusia dan apa dampaknya? https://www.bbc.com/indonesia/articles/c1d1dl4vyk8o .
Muhaimin. (2025, april 8) Jerman Bersiap Hadapi Perang Dunia III, Sebut Rusia Serang NATO Skenario Realistis, SindoNews, https://international.sindonews.com/read/1552525/41/jerman-bersiap-hadapi-perang-dunia-iii-sebut-rusia-serang-nato-skenario-realistis-1744070690.
Arifianto, Budiawan. (2023, march 15) Dampak Perang Rusia-Ukraina pada Dunia Energi, Kompas. https://www.kompas.id/baca/riset/2023/03/15/dampak-dunia-energi-akibat-perang-rusia-ukraina.
Tinggalkan Balasan