Jl. Rs. Fatmawati, Pondok Labu – South Jakarta

fpciupnvj@upnvj.ac.id

@fpciupnvj

Manipulasi Dunia Maya: AI Bagai Penyusup dalam Pesta Demokrasi India

Ditulis oleh Ragilia Dwi Pradita & Tiara Aisyabella Kasih

Dewasa ini, penggunaan teknologi menjadi bagian terpenting dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Teknologi menepis batas-batas ketidakmampuan untuk membuatnya menjadi fana dan menghubungkan manusia dengan dunia. Teknologi seperti air sungai yang terus mengalir, membasahi berbagai celah-celah kehidupan tanpa kita sadari. Hadir untuk memudahkan kehidupan manusia, perkembangan teknologi kini tak lagi dapat dibendung. Hanya dengan sekali duduk, kita bisa mendapatkan berbagai informasi tidak hanya dari dalam namun juga dari luar negeri. Teknologi memudahkan kita untuk menemukan hal-hal baru, memberikan kita kesempatan untuk menggenggam dunia beserta isinya. AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan adalah salah satu bukti dari pesatnya perkembangan teknologi saat ini. AI dapat memahami berbagai informasi, mempelajari serta dapat meniru cara kerja manusia. Kini, AI telah masuk ke berbagai sektor kehidupan manusia mulai dari ranah pendidikan, kesehatan, hingga sampai ke ranah politik.

Perkembangan kecerdasan buatan (AI) telah membawa perubahan signifikan dalam ranah politik di seluruh dunia. AI digunakan untuk menganalisis data pemilih, memprediksi hasil pemilu, hingga menyusun strategi kampanye yang lebih efektif. Misalnya, dalam kampanye politik di Amerika Serikat, AI digunakan untuk menargetkan pemilih dengan pesan yang dipersonalisasi, meningkatkan efisiensi dan efektivitas kampanye. Selain itu, AI memungkinkan politisi untuk memahami pola perilaku pemilih melalui analisis big data, sehingga mereka dapat merancang kebijakan atau retorika yang lebih sesuai dengan preferensi masyarakat. Namun, dengan kemampuan ini, muncul pula potensi penyalahgunaan, seperti manipulasi opini publik melalui propaganda yang diotomatisasi oleh bot AI di media sosial. Hal ini membuat masyarakat semakin sulit membedakan antara informasi yang sah dan yang telah dimanipulasi oleh teknologi.

Namun, penggunaan AI dalam politik juga menimbulkan tantangan dan risiko. Salah satunya adalah penyebaran disinformasi melalui konten deepfake, yang dapat menyesatkan pemilih dan merusak integritas proses demokrasi. Deepfake yang semakin realistis memungkinkan pembuatan video atau audio palsu yang sulit dibedakan dari yang asli, sehingga dapat digunakan untuk mendiskreditkan kandidat atau menyebarkan narasi palsu. Selain itu, AI dapat memperkuat bias yang ada dalam data, yang berpotensi menghasilkan keputusan yang tidak adil atau diskriminatif. Algoritma AI bekerja berdasarkan data yang diberikan kepadanya, sehingga jika data tersebut mengandung bias, maka hasil analisisnya juga akan condong ke arah tertentu. Ini dapat berdampak pada bagaimana kebijakan publik dirancang, yang pada akhirnya bisa merugikan kelompok tertentu dalam masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa AI dalam politik digunakan dengan mekanisme pengawasan yang ketat agar tidak merugikan demokrasi secara keseluruhan.

Di sisi lain, AI juga memiliki potensi untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Dengan analisis data yang tepat, AI dapat membantu pemerintah memahami kebutuhan dan preferensi warga, sehingga kebijakan yang diambil lebih responsif dan sesuai dengan aspirasi masyarakat. Teknologi ini dapat digunakan untuk mempermudah akses informasi politik bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang selama ini kurang terlibat dalam diskusi politik karena keterbatasan informasi atau akses ke sumber yang kredibel. Selain itu, AI juga berperan dalam meningkatkan efisiensi administrasi pemilu, seperti dalam sistem pemungutan suara elektronik atau dalam mendeteksi kecurangan pemilu melalui analisis pola data yang mencurigakan. Namun, penting untuk memastikan bahwa penggunaan AI dalam politik dilakukan secara transparan dan akuntabel, guna menjaga kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi. Jika tidak ada regulasi yang jelas, maka AI justru bisa menjadi alat bagi pihak tertentu untuk mempertahankan kekuasaan dengan cara yang tidak etis.

Dalam arena politik, penggunaan teknologi memiliki peran yang signifikan untuk menjadi jembatan penghubung antara masyarakat dan pemerintah. Bak pisau bermata dua, teknologi juga dapat menjelma sebagai menjadi ancaman besar yang dapat mempengaruhi keberlangsungan kehidupan politik. Penggunaan teknologi seperti AI acap kali menimbulkan berbagai kontroversi. Pada tahun 2024 silam, India kembali mendapat sorotan publik  karena telah memanfaatkan AI dalam pemilu. Alih-alih menyukseskan meriahnya pesta demokrasi, India memanfaatkan AI sebagai alat untuk memenuhi kepentingan aktor-aktor politik.

Bangkitnya Muthuvel Karunanidhi ke muka publik menjadi kejutan besar. Mantan Kepala Menteri Tamil Nundu yang telah meninggal pada tahun 2018 itu kembali menyapa masyarakat. Kemunculan Muthuvel Karunanidhi dalam video AI Deepfake  tersebut ditampilkan pada konferensi sayap pemuda DMK di Salem, Tamil Nadu. Beliau terkesan sedang mengkritisi pemerintahan India pada saat itu karena menganggap bahwa Perdana Menteri Narendra Modi yang juga tengah mencalonkan diri dalam pemilu telah merampas haknya. Selang beberapa bulan, Muthubvel Kaurnanidhi kembali muncul di hadapan publik, beliau tampil dengan busana ciamik dan dilengkapi dengan kacamata hitam khasnya, video tersebut diunggah dalam laman Youtube NBC News pada bulan July 2024 silam. Berisikan ucapan selamat atas peluncuran otobiografi partai TR Baalu, video tersebut ditayangkan secara meluas sehingga masyarakat di India dapat menyaksikan tayangan video tersebut. Tak hanya mendiang Muthuvel Karunanidhi, J. Jayalalithaa juga kembali menyapa masyarakat India. Kemunculan J.Jayalalithaa yang telah wafat pada tahun 2016 dimaksudkan untuk meminta masyarakat untuk memberikan dukungan penuh kepada Presiden Partai All India Anna Dravida Munnetra Kazhagam (AIADMK), Edappadi Palaniswami.

Tak hanya aktor-aktor politik, penggunaan AI Deepfake ini juga mengincar aktor-aktor Bollywood. Salah satu aktor bollywood yang menjadi sasaran empuk penyalahgunaan teknologi ini adalah Aamir Khan dan Ranveer Singh. Dalam video yang berdurasi 30 dan 41 detik, Aamir Khan dan Ranveer Singh seolah-olah memberikan kritikan terhadap pemerintahan Narenda Modi atas kegagalan menangani masalah ekonomi dan lalai dalam menepati janji selama kampanye. Tak hanya itu, dalam video tersebut Aamir khan dan juga Ranveer Singh seolah-olah meminta publik untuk tak memiliki Narenda Modi sebagai salah satu tokoh partai sayap kanan, mereka berpendapat bahwa masyarakat harus memilih kongres untuk melanjutkan keadilan bagi seluruh masyarakat di India.

Penggunaan AI dalam pesta demokrasi di India menuai respon dari kalangan masyarakat. Masifnya penyebaran informasi membuat mereka memiliki kepercayaan penuh bahwa video AI Deepfake tersebut merupakan video murni dari masing-masing aktor politik. AI deepfake telah menciptakan kegaduhan dalam pesta demokrasi di India. Deepfake mengontrol asumsi dan persepsi publik terkait dengan pemilu, menciptakan manipulasi besar diantara kehidupan berdemokrasi masyarakat. Meskipun penggunaan AI dinilai lebih praktis, pada kenyataanya di India, AI digunakan untuk menyebarkan informasi non faktual dengan jangkauan yang besar. Pesan yang disampaikan oleh aktor-aktor politik di India yang telah wafat pun juga dapat membentuk bias politik. Bias politik dimaksudkan untuk tidak mendukung atau mendukung secara tidak objektif yang pada akhirnya akan membuat sebuah polarisasi di masyarakat karena berkaitan dengan bagaimana seseorang dapat memahami informasi yang mereka dapatkan. Di satu sisi, AI Deepfake ini memang disinyalir menjadi jalan pintas untuk menghemat anggaran untuk hanya sekali menyebarkan dan mengkritisi calon dalam pemilu di India. Ketiadaan regulasi yang ketat dan kesadaran akan besarnya perkembangan teknologi di India yang masih rendah, menjadi alasan kuat mengapa hal ini dapat terjadi. AI merusak tatanan demokrasi di India yang telah lama mengakar masuk ke dalam setiap sendi-sendi kehidupan berpolitik. 

Penggunaan AI dalam politik semakin meluas dan memberikan dampak yang kompleks terhadap demokrasi. Di satu sisi, AI memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi kampanye, memperkuat partisipasi politik, dan membantu pengambilan kebijakan yang lebih berbasis data. Namun, di sisi lain, AI juga membawa ancaman besar jika disalahgunakan, seperti dalam kasus India, di mana teknologi deepfake dimanfaatkan untuk menyebarkan disinformasi dan memanipulasi opini publik. Fenomena ini menunjukkan bagaimana AI dapat menjadi alat bagi aktor politik untuk memperkuat pengaruh mereka dengan cara yang tidak etis, merusak integritas demokrasi, serta membuat masyarakat semakin sulit membedakan antara fakta dan manipulasi.

Kasus India hanyalah salah satu contoh bagaimana AI dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik dengan cara yang kontroversial. Jika tren ini terus berkembang tanpa adanya regulasi yang jelas dan pengawasan yang ketat, bukan tidak mungkin AI akan menjadi ancaman nyata bagi demokrasi di berbagai negara lain. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih ketat dalam mengontrol penggunaan AI dalam politik, termasuk pengembangan teknologi pendeteksi deepfake serta edukasi publik mengenai bahaya manipulasi digital. Dengan langkah-langkah ini, AI dapat tetap dimanfaatkan secara positif dalam politik tanpa mengorbankan transparansi dan kepercayaan publik terhadap demokrasi.

Referensi

Media Relations. (n.d.). AI in Political Campaigns: How it’s being used and the ethical considerations it raises. https://mediarelations.gwu.edu/ai-political-campaigns-how-its-being-used-and-ethical-considerations-it-raises

Edwards, J. (2024, December 24). How AI is changing political campaigns. https://www.informationweek.com/machine-learning-ai/how-ai-is-changing-political-campaigns

Bond, S. (2024, December 21). How AI deepfakes polluted elections in 2024. NPR. https://www.npr.org/2024/12/21/nx-s1-5220301/deepfakes-memes-artificial-intelligence-elections

We looked at 78 election deepfakes. Political misinformation is not an AI problem. (2024, December 13). Knight First Amendment Institute. https://knightcolumbia.org/blog/we-looked-at-78-election-deepfakes-political-misinformation-is-not-an-ai-problem

Sebastian, B. M. (2024, May 16). AI and deepfakes blur reality in India elections. https://www.bbc.com/news/world-asia-india-68918330

Year of elections: Lessons from India’s fight against AI-generated misinformation. (2024, August 6). World Economic Forum. https://www.weforum.org/stories/2024/08/deepfakes-india-tackling-ai-generated-misinformation-elections/

Schneier, B., & Shukla, V. (n.d.). Indian election was awash in deepfakes – but AI was a net positive for democracy. The Conversation. https://theconversation.com/indian-election-was-awash-in-deepfakes-but-ai-was-a-net-positive-for-democracy-231795

Sakunia, S. (2024, July 15). AI and Deepfakes Played a Big Role in India’s Elections. New Lines Magazine. https://newlinesmag.com/spotlight/ai-and-deepfakes-played-a-big-role-in-indias-elections/

NBC News. (2024, June 5). Election-related A.I. deepfakes spread across India’s social media [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=LIPkDso-uHA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More Articles & Posts